Perjuangan dalam melawan Pedihnya analisa Dokter
Luka dan Pelangi: Kisah Ellen, Single Mom yang Bangkit dari Ujian Tuhan"**
Perkenalan: Aku, Single Mom dengan Satu Tujuan*
Hai, perkenalkan aku Ellen Nainggolan. Aku seorang single mom dengan satu anak. Seperti banyak ibu tunggal lainnya, perjuanganku sederhana: memastikan anakku bisa sekolah, makan, dan hidup layak. Kebutuhan pribadi? Seringkali kusimpan di urutan kesekian.
Aku bekerja keras di bawah terik matahari, mengorbankan banyak hal—termasuk kulit wajahku yang mulai dipenuhi flek hitam. Awalnya kupikir itu hanya masalah kecantikan biasa. Tapi Tuhan punya cerita lain untukku.
Flek Hitam yang Berubah Jadi Ujian Hidup
Flek di wajahku semakin melebar. Aku mencoba berobat ke dokter, bahkan melakukan laser di klinik kecantikan. Hasilnya? Justru semakin parah. Flek itu berubah menjadi bintilan aneh. Kesal dan kecewa, aku sempat ingin menuntut klinik tersebut, tapi urusan hukum yang rumit membuatku mengurungkan niat.
Kuputuskan untuk memeriksakan diri lagi. Kali ini, diagnosisnya seperti petir di siang bolong: **itu tumor ganas, dan harus segera diangkat.
Operasi di Sanglah: Ketakutan, Doa, dan Sebuah Pengorbanan
Dengan surat rujukan, aku menuju Rumah Sakit Sanglah. Di ruang onkologi, aku melihat pasien-pasien dengan kondisi mengerikan—rambut rontok, tubuh lemah. Nyaliku ciut.
"Dokter akan membuka pipimu, mengambil tumor sampai ke akar, lalu menutupnya dengan daging dari pundak," jelas dokter. Saat kutanya apakah ada efek sampingnya, ia menjawab, *"Tidak, Bu."*
Aku percaya.
Hari operasi tiba. Di bawah pengaruh bius, satu-satunya yang kupikirkan adalah anakku—masih SMP—yang menungguku di luar. *"Jika sesuatu terjadi padaku, bagaimana dengannya?"*
Bangun dengan Luka Baru: Efek yang Tak Terduga
Operasi berjalan "sukses". Aku pulang dengan perban menutupi pipi. Awalnya, tak ada rasa sakit. Tapi perlahan, kusadari **kelopak mataku mulai turun**, terasa perih, dan sangat sensitif.
Aku kecewa. Sekali lagi, keinginan untuk melapor ke polisi muncul, tapi lagi-lagi, kerumitan birokrasi menghentikanku.
Menerima Luka, Menemukan Kembali Percaya Diri
Awalnya, aku tak percaya diri. Setiap orang yang melihat pasti bertanya. Tapi lambat laun, aku belajar menerima:
Manusia tidak ada yang sempurna. Setiap orang punya luka—ada yang terlihat, ada yang tersembunyi."
Aku memilih terbuka. Jika ada yang bertanya, kujelaskan dengan jujur. Aku tak lagi malu. **Luka ini bukan aib, tapi bukti bahwa aku kuat bertahan.**
Pesan untuk Para Pejuang: Jangan Menyerah!
Untuk para single parent, para pejuang kesehatan, atau siapapun yang sedang berhadapan dengan ujian berat:
1. Tuhan tak pernah memberi ujian di luar batas kemampuan kita.
2. Luka fisik (dan hati) bukan akhir—itu adalah cerita yang membuat kita unik.
3. Keberanian bukan berarti tidak takut, tapi tetap melangkah meski gentar.
Hidupku mungkin tak lagi "sempurna" di mata dunia, tapi justru di situlah aku menemukan **kekuatan sejati**.
**Ellen Nainggolan**
*Single Mom | Pejuang Tumor | Penyintas yang Bangkit*
Komentar
Posting Komentar